Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi Sultra, Hado Hasina masuk dalam pusaran dugaan korupsi proyek studi rekayasa lalu lintas (Lalin) kawasan perkotaan di Kabupaten Waktobi. Kasus ini masih dalam proses penanganan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra. Bahkan, kerugian negara yang ditimbulkan sudah dikembalikan.
Hanya saja, hingga saat ini, pihak Kejati maupun Inspektorat Provinsi Sultra tak menyampaikan ke publik, terkait siapa dan pihak mana yang mengembalikan kerugian negara tersebut.
Kepala Inspektorat Provinsi Sultra, Gusti Pasaru hanya menyebutkan, bahwa kerugian negara tersebut sudah dikembalikan 100 persen, dan hal itu dilakukan sebanyak dua kali.
Seperti diketahui, studi rekayasan lalin kawasan perkotaan di Kabupaten Wakatobi ini merupakan kegiatan swakelola di Dinas Perhubungan tahun anggaran 2017 lalu. Dalam pelaksanaan proyek tersebut, Dishub Provinsi Sultra bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.
Dikutip dari laman tenggaranews.com, Kadishub Provinsi Sultra, Hado Hasina mengaku telah menjalani pemeriksaan di Kejati terkait kasus tersebut. Dia juga menyebutkan, bahwa sudah ada solusi yang diberikan dari pihak kejaksaan terkait kasus tersebut, yakni pengembalian kerugian negara. Hanya saja, dirinya belum mengetahui berapa kerugian negara yang harus dikembalikan.
“Yah berapa pun yang disuruh kembalikan (kerugian negara), walaupun itu fisiknya ada,” ucap Hado Hasina, saat ditemui di DPRD Provinsi Sultra, Selasa 10 November 2020.
Pada proyek tersebut, kata dia, pihaknya bekerja sama dengan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari untuk mengerjakan studi rekayasa lalu lintas ini. Sehingga, jika kejaksaan memerintahkan pengembalian kerugian negara itu, maka oknum dari UHO yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengembalikan.
“Di Unhalu kan biasa begitu, kita tunjuk A yang kerjakan B. Yah mereka (oknum di UHO) patung-patungan mengembalikan (kerugian negara),” katanya.
Di sisi lain, Hado Hasina menjelaskan, jika proyek tersebut dianggap bermasaalah, maka yang harus bertanggungjawab adalah pihak yang membayarkan biaya proyek itu. Terdapat lima kegiatan dalam proyek senilai Rp1,2 miliar ini.
“Kalau dianggap salah bayar, berarti yang membayar itu yang tanggung jawab,” jelasnya.
Sayangnya, penanganan kasus tersebut terkesan mandek, pasca dilakukan pengembalian kerugian negara. Kondisi tersebut menimbulkan mosi tidak percaya terhadap kinerja Kejati Sultra, sehingga Society Monitoring Corruption (SMC) menduga ada upaya “Main Mata” antara kontraktor pekerjaan, Dinas Perhubungan bersama oknum jaksa di institusi Kejati Sultra.
Olehnya itu, SMC melaporkan dugaan korupsi proyek manajemen studi kelayakan Lalin itu ke KPK RI. SMC meminta lembaga antirasuah tersebut segera mengambil alih penanganan kasus ini dari Kejati Sultra.
“Ini bentuk mosi tidak percaya kami terhadap penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut. Untuk Itu, kami minta KPK RI segera mengambil alih kasus ini,” ungkap Direktur SMC, Arin Fahrul Sanjaya, saat menggelar aksi demonstrator di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), Senin (30/11).
Mahasiswa UIC Jakarta ini juga menyebutkan, ada ratusan juta hingga miliaran rupiah kerugian negara dalam proyek manajemien studi kelayakan Lalin di kawasan perkotaan Kabupaten Wakotobi 2017 lalu. Walaupun pihak kontraktor dan Dinas Perhubungan telah mengembalikan kerugian negara, tetapi tidak menghapus pidana dari perbuatan para pelaku.
“Jika ditaksir, ada ratusan juta hingga miliaran rupiah kerugian negara yang ditimbulkan dari pekerjaan rekayasa Lalin di Wakatobi. Walau mereka sudah kembalikan kerugian negara, tapi tidak menghapus pidana para pelaku,” kata Arin
Menurutnya, pihak Kejati Sultra, kontraktor dan Dinas Perhubungan Sultra menarasikan kepada publik, bahwa kasus tersebut sudah terhenti karena telah mengembalikan kerugian negara.
“Kami duga ini ada upaya main mata dengan pihak kontraktor, dinas dan oknum jaksa. Sebab, pasca pengembalian kerugian, masalah seolah terhenti dan narasi dibuat seolah tidak ada masalah, makanya ini tidak boleh dibiarkan,” tegas Arin.
Untuk itu, pihaknya melayangkan laporan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut yang melibatkan Dinas Perhubungan Sultra bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UHO, kepada KPK RI untuk diambil alih penanganannya dari Kejati Sultra.
Tak hanya itu, SMC juga menjadwalkan pekan melaporkan persoalan tersebut ke Bareskrim Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), pekan ini. Serta mengadukan oknum jaksa yang menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut ke Komisi Yudisial (KY).
“Insha Allah, persoalan ini kami laporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Sekaligus juga mengadukan oknum jaksa yang bermain dalam kasus ini ke KY RI,” pungkas Arin.
Dikutip dari laman Beritarakyat.id, Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Asipidsus) Kejati Sultra, Saiful Bahri Siregar mengatakan, kerugian negara pada proyek yang melibatkan Dinas Perhubungan Sultra dan LPPM UHO itu telah di kembalikan. Namun, pengembalian kerugian negara tersebut tidak mengugurkan dugaan upaya tindak pidana korupsi pada proyek ini. Olehnya, pihak kejaksaan tetap melakukan proses penyeidikan.
“Sudah dikembalikan, lima tahap, saya tidak liat yang mengembalikan yang jelas sudah, lima kali pengembalian,” jelasnya.
Saiful membantah informasi yang beredar, bahwa pengembalian kerugian negara tersebut atas permintaan jaksa. Sebab, pengembalian kerugian negara tersebut atas atas perintah Gubernur Sultra berdasarkan hasil temuan inspektorat, yang meminta Kepala Dinas Perhubungan Sultra untuk menindaklanjuti adanya kerugian negara itu.
“Kami tidak pernah menyarankan untuk mengembalikan seperti itu, tapi itu atas perintah pimpian inspektorat dalam hal ini gubernur. Gubernur menyurati kepala dinas untuk menindaklanjuti surat temuan itu, kami tindak lanjuti, 60 hari kita kasih waktu, uang itu dikembalikan secara lima tahap,” ujarnya.(p2/mr)



















