Pungutan liar (Pungli) di satuan pendidikan kembali mencuat. Kali ini, oknum tenaga pengajar SDN 84 Kendari atau yang lebih populer dengan sebutan SD Kuncup Pertiwi yang diduga menarik dana dari orang tua siswa.
Modusnya, oknum wali kelas mengirimkan sebuah pesan di grup WhatsApp para orang tua murid, khususnya di Kelas VI A, agar orang tua murid membayar uang sumbangan atau dana keterampilan taplak meja dengan senilai Rp100 ribu.
Dilansir dari laman detiksultra, salah satu orang tua murid yang enggan disebutkan namanya dalam pemberitaan mengatakan, dari hasil pembayaran dana keterampilan taplak meja tersebut akan menjadi rujukan nilai ulangan praktek siswa-siswi Kelas VIA, untuk mata pelajaran Sosial Budaya dan Keterampilan (SBDP).
Sumber Sultrust.id ini menilai, bahwa sumbangan yang diminta oleh oknum guru tersebut terkesan seperti ada pemaksaan, dan tentunya sudah termaksud Pungli, karena mematok biaya keterampilan itu.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, jika sifatnya sumbangan, maka seharusnya tidak ada pematokan nominal biaya keterampilan yang dibebankan kepada anak didik.
“Bentuk sumbangan apapun itu tidak ada namanya pematokan dari sisi nilai rupiah. Yang ada keikhlasan dari orang tua murid,” ujarnya, saat dikonfirmasi via seluler, Selasa (9/3).
Apalagi, kata dia, permintaan sumbangan dengan pamotokan pembayaran ini tidak didiskusikan terlebih dahulu antar orang tua siswa dan wali kelas. Tiba-tiba saja masuk penyampaian dari wali kelas.
“Ini bukan persoalan nilainya, berapapun itu jika peruntukan masalah pendidikan biar mengutang saya rela. Hanya kan tidak ada pembicaraan dan bentuknya sumbangan, tapi ada kesan pemaksaan karena bersangkutan dengan nilai anak-anak,” katanya.
Dia juga menambahkan, dengan adanya penekanan pembayaran ini dengan modus nilai, menimbulkan ketakutan tersendiri bagi orang tua murid, jika tidak menuruti apa yang disampiakan oleh wali kelas. Sehingga sebagian besar orang tua murid kebanyakan sudah membayar. Meskipun sebenarnya, para orang tua menolak untuk membayar. Tapi lagi-lagi ada ketakutan, jika tidak dibayar, nilai anaknya bisa berpengaruh.
Menurutnya, seharusnya tenaga pengajar di satuan pendidikan itu menugaskan muridnya untuk membuat taplak meja, karena sifatnya praktek, dengan cara berkelompok, mengingat saat ini masih dalam suasana pandemi Covid-19.
Dengan cara praktek, lanjutnya, para siswa-siswi akan belajar banyak hal, mulai estimasi biaya, pengembangan kreativitas dan lain-lain.
“Kalau caranya membayar begini, nilai edukasinya apa yang didapat oleh murid, kan tidak ada. Jadi disini bukan persoalan nilai tapi bagaimana kualitas pendidikan kita harus benar-benar komperhensif dari semua sisi,” terangnya.
Sementara itu, Kepala SDN 84 Kendari, Asfitria yang dikonfirmasi Sultrust.id melalui seluler membantah dugaan Pungli tersebut.
“Tidak ada itu pungutan pak. Sekolah memang tidak tau itu, gurunya saja saya konfirmasi tidak tau,” katanya.
Asfitria juga berdalih, bahwa sumbangan yang dimaksud merupakan inisiatif dari paguyuban orang tua siswa.
“Dan saya sudah konfirmasi ke guru, dana itu tidak ada, sudah dikembalikan,” ucapnya.
Dia menambahkan, jika memang pengumpulan dana tersebut, maka penarikan anggaran itu pasti akan dilakukan di kelas VI B, C dan D.
Dia juga mengakui, bahwa tak ada rapat soal penggalangan dana keterampilan yang dibebankan kepada siswa, karena hal itu insiatif paguyuban untuk memberikan taplak meja anaknya mereka (orang tua murid)
“Tidak ada pemberitahuan ke sekolah, ini kan inisiatif mereka (paguyuban orang tua murid),” pungkasnya.
Untuk diketahui, hukuman pidana bagi pelaku Pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan. (p2/mr)



















