Konawe, Sultrust.com — Dugaan pelanggaran etika profesi guru di Kabupaten Konawe menyeret nama Hania, yang tak lain adalah istri Bupati Konawe.
Hania, yang berstatus sebagai guru bersertifikat di SMP Negeri 1 Lambuya, disebut-sebut jarang hadir di sekolah meski masih tercatat sebagai tenaga pendidik aktif dan penerima tunjangan profesi guru (TPG).
Informasi ini dibenarkan oleh salah seorang guru di sekolah tersebut, Puji, S.Pd., yang mengungkapkan bahwa tugas mengajar Hania sudah lama diambil alih oleh guru honorer.
“Selama menjadi ibu Bupati, jam mengajarnya diserahkan ke guru honor,” ungkap Puji saat ditemui di sekolahnya, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, beban mengajar Hania digantikan oleh dua guru honorer bernama Sulwan dan Ramadan. Kondisi itu, kata dia, sudah berlangsung cukup lama sejak Hania mendampingi sang suami menjabat sebagai kepala daerah.
Pernyataan serupa datang dari sejumlah siswa SMPN 1 Lambuya. Mereka mengaku nyaris tidak pernah lagi melihat sosok Hania di ruang kelas.
“Dulu masih mengajarji, tapi sekarang tidakmi, semenjak jadi istri bupati,” ujar seorang siswa.
Selain berstatus sebagai guru Bahasa Indonesia kelas IX, Hania juga tercatat menjabat sebagai Kepala Perpustakaan sekolah tersebut. Namun, keberadaannya di lingkungan sekolah disebut-sebut sangat jarang terlihat.
Ketika dimintai konfirmasi mengenai status penerimaan tunjangan profesi guru atas nama Hania, Wakil Kepala Sekolah SMPN 1 Lambuya, Trisnawati Rasjid, S.Pd., M.Pd., Gr., enggan memberikan penjelasan rinci.
“Yang bisa menjawab itu Ibu Kepala Sekolah, karena beliau yang berkomitmen langsung dengan Ibu Bupati,” katanya singkat.
Meski demikian, Trisnawati membenarkan bahwa kegiatan mengajar Hania selama ini memang digantikan oleh dua guru honorer.
Tak berhenti di situ, dugaan praktik serupa juga menyeret adik kandung Hania, Dwi Agus, yang diketahui berstatus sebagai guru PPPK di sekolah yang sama. Dwi disebut tak pernah menjalankan tugasnya sejak dilantik.
Padahal, aturan sudah jelas. Berdasarkan Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, setiap guru bersertifikat pendidik wajib memenuhi beban kerja minimal 24 jam tatap muka per minggu.
Lebih lanjut, Permendikbud Nomor 19 Tahun 2019 juga menegaskan bahwa tunjangan profesi guru hanya diberikan kepada pendidik yang aktif mengajar sesuai ketentuan.
Dugaan pelanggaran etika dan administrasi pendidikan ini kini menjadi sorotan publik. Jika benar terbukti, kasus ini bukan sekadar soal disiplin kerja, melainkan juga soal keadilan bagi para guru lain yang bekerja penuh dedikasi di ruang kelas tanpa jabatan publik di belakangnya. (*)



















