Musibah banjir bandang dan tanah longsor kembali melanda Kabupaten Konawe Utara (Konut), Senin (12/7/2021). Bencana tersebut diduga dipicu aktivitas pertambangan PT. Cinta Jaya.
Pasalnya, PT. Cinta Jaya diduga melakukan penambangan dekat dengan areal pemukiman warga.
Informasi yang dihimpun Sultrust.id, banjir bandang dan tanah longsor terjadi di Desa Tapungaeya, Kecamatan Mandiodo, Kabupaten Konut, Sulawesi Tenggara (Sultra). Akibatnya, sejumlah rumah warga nampak rusak parah.
Kepala Dusun II Desa Tapunggaeya, Sarman mengatakan, peristiwa tanah longsor tersebut terjadi akibat cekdam (Penampungan Air) PT. Cinta Jaya jebol.
“Jadi longsor itu diakibatkan hujan dari malam sampai pagi tadi, dan terutama ini masalah tambang PT. Cinta Jaya karena cekdamnya atau penampungan airnya jebol,” ungkapnya.
Sarman menyebutkan, dari 21 rumah warga yang terdampak, satu diantaranya rata tanah akibat banjir bandnag dan longsor.
Bahkan, lanjut Sarman, akibat tanggul PT. Cinta Jaya jebol, halaman salah satu sekolah dasar (SD) di daerah tersebut juga dipenuhi lumpur.
“Satu rumah itu rata dengan tanah. Dua rumah rusak sedang, 21 rumah masuk lumpur dan 1 sekolah yakni SD 7 Molawe
halamannya penuh lumpur akibat longsor, ” jelas Sarman.
Parahnya lagi, saat ditanyakan jarak lokasi tambang dengan pemukiman warga, Sarman menjawab bahwa sangatlah dekat.
“Lokasi kampung dengan perusahaan kurang lebih 100 meter dari lokasi penambangan,” ungkapnya.
Kondisi tersebut mendapatkan sorotan dari publik. Salah satunya datang dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari.
Ketua Umum HMI Cabang Kendari, Sulkarnain menjelaskan, bahwa terjadinya banjir bandang dan longsor di Desa Tapunggaeya, merupakan bukti nyata ketidakberesan PT. Cinta Jaya dan beberapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) lain di sana dalam memperoleh perizinan pertambangan.
“Karena setau saya, bahwa Desa Tapunggaeya tersebut merupakan Desa yang di sekelilingnya IUP, dan pantai yang hari ini dijadikan tempat berlabuh kapal tongkang, ” ungkapnya.
Lebih lanjut, aktivis yang populer dengan sapaan Sul menerangkan, dalam melakukan pertambangan boleh-boleh saja, tetapi harus menerapkan kaidah kaidah hukum yang mestinya ditaati bagi setiap investor yang berencana menambang atau sedang melakukan penambangan.
“Saya kira jelas dalam beberapa regulasi kita di indonesia baik UU maupun Peraturan Pemerintah serta peraturan menteri sudah tegas mewajibkan adanya kajian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), coba kita cek kalau memang ada Amdalnya ini PT. Cinta Jaya dan beberapa perusahaan lainnya disana,” paparnya.
Menurut Sul, di dalam Amdal sudah menjelaskan mengenai kemungkinan-kemungkinan dampak yang bakal di timbulkan, kemudian setiap pelaku usaha melakukan manajemen kegiatan.
Ditambahkannya, untuk mengurangi bahkan meniadakan dampak tersebut kecuali dampak yang sama sekali tidak bisa dihindari, maka dilakukan ganti rugi.
“Makanya dalam tahapan Amdal itu ada berberapa tahapan misalnya kerangka acuan, kemudian RKL, kemudian RPL, lalu Amdal. Tapi dalam menyelesaikan itu, tidak hanya diketik atau menganalisa di atas meja, namun mesti dilakukan dengan benar-benar teliti serta bertahap,” bebernya.
Dia juga menilai aneh, sebab adanya IUP yang terbit di wilayah itu. Ia pun meyakini beberapa IUP di sekitar kampung itu Amdalnya tidak beres, mestinya dievaluasi atau bahkan diberikan sanksi.
“Dan mestinya sanksi administrasi atau pembekuan izin. Kasian masyarakat mereka yang merasakan dan mengalami kerugian entah itu materil maupun yang sidatnya non materi wajib ditindak tegas ini,” tegas Sulkarnain.
Sementara itu, Direktur PT. Cinta Jaya, Agus Salim Madjid yang dikonfirmasi redaksi Sultrust.id melalui WhatsApp, terkait dugaan tersebut tak memberikan penjelasan. (m2/ik)



















