Proyek penanganan longsor Bendungan Ladongi di Kabupaten Kolaka Timur, tahun anggaran 2021 menyalahi prosedur. Pasalnya, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari diduga sengaja menabrak aturan perundang-undangan.
Bahkan menimbulkan dugaan terjadinya kongkalikong antara BWS Sulawesi IV Kendari dan perusahaan pendamping (PT. Cipta Aneka Solusi).
Bagaimana tidak, meski hasil lelang menyatakan bahwa PT. Latabbe Putra Group (LPG) sebagai pemenang tender oleh Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2JK). Namun, hingga saat ini pihak PPK tak kunjung menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa (SPPBJ) untuk pemenang tender.
Anehnya, PPK BWS Sulawesi IV Kendari melalui PPK dikabarkan telah menetapkan dan menerbitkan SPPBJ untuk perusahaan pendamping, yakni PT. Cipta Aneka Solusi.
Sehingga, langkah dan keputusan PPK bersama Satker proyek tersebut dinilai bagian dari perbuatan melanggar hukum (PMH).
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Sultra menyoroti keputusan PPK dan BWS Sulawesi IV Kendari.
Olehnya itu, DPW Lira Sultra meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR RI) agar mengevaluasi kinerja BWS Sulawesi IV Kendari.
Bidang Hukum DPW Lira Sultra, Agus Said, SH mengatakan, pihak BWS Sulawesi IV Kendari terindikasi sengaja melakukan pelanggaran aturan yang ada, dengan tidak menerbitkan SPBBJ untuk pemenang tender.
Padahal, jika mengacu pada dokumen penujukan pemenang (PB) nomor:02.01.01.12/XI/BWS-LBL/Kb.39/2020 tanggal 12 Nov 2020 huruf h PB 41.3, SPPBJ diterbitkan paling lambat lima hari kerja setelah PPK sepenuhnya telah menerima BAHP dari Pokja.
“Namun, dalam proses setelah penetapan, pihak BWS Sulawesi IV Kendari dalam hal ini PPK dan Satker pekerjaan penanganan ongsor Bendungan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur tidak memberikan berita acara surat penunjukan pemenang kepada pihak BP2JK,” kata Agus, Minggu (14/3).
Ironisnya, lanjutnya, justru PPK menetapkan pemenang berkontrak tanpa sepengetahuan pihak BP2JK. Dan itupun dilaksanakan tidak sesuai mekanisme dalam penetapan pemenang berkontrak, karena berkontrak dulu baru diumumkan.
Agus menambahkan, menurut pihak PT Latebbe Putra Group saat dikonfirmasi oleh pihaknya, bahwa ada dugaan pemalsuan tanda tangan, dan bila itu terjadi maka bisa dipidana.
“Perusahaan yang dinyatakan menang tender oleh BWS IV Sulawesi Kendari adalah PT Cipta Aneka Solusi, sementara yang ikut tender di BP2JK dan dinyatakan menang tender adalah PT Latebbe Putra Group. Ini kan sangat bertolak belakang. Jadi kami duga disini ada permainan terstruktur, sistematis dan masif,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Gubernur Lira Sultra, Karmin meminta kepada pihak KPPN Sultra untuk tidak mencairkan uang muka.
“Saya meminta kepada pihak KPPN Sutra untuk tidak mencairkan dulu uang muka kepada Pihak PT Cipta Aneka Solusi, karena proses pemenangannya rentan dengan gugatan hukum,” pinta Karmin.

Sementara itu, Kepala BP2JK Sultra, Syaiful Rijal mengaku, bahwa pihaknya sudah melaksanakan proses tender proyek yang menelan anggaran Rp. 38 miliar itu. Alhasil, PT Latebbe Putra Group ditetapkan sebagai pemenang.
Namun, lanjutnya, pihak BWS Sulawesi IV Kendari tidak memberikan berita acara penunjukan sebagai pemenang tender sampai saat ini tanpa alasan yang jelas.
Dia juga menejelaskan, belakangan BWS Sulawesi IV Kendari tiba-tiba menetapkan pemenang berkontrak dengan perusahaan lain, dalam hal ini PT. Cipta Aneka Solusi.
“Ini sangat menyalahi aturan dan sudah terindikasi melakukan pidana,” jelasnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Kuasa Hukum PT. LPG, DR. Supriadi SH.,MH mengungkapkan, bahwa pihaknya telah melayangkan surat kepada pihak PPK, terkait alasan tak terbitnya SPPBJ kliennya.
Akan tetapi, lanjutnya, hingga saat ini belum ada juga jawaban dari pihak PPK atas surat tersebut.
Olehnya itu, PT. LPG menempuh jalur hukum dengan melaporkan PPK ke Mapolda Sultra, atas dugaan pelanggaran UU keterbukaan publik. Selain itu, hal tersebut juga diadukan ke Ombudsman Perwakilan Sultra.
“Pagi tadi saya sudah adukan ke Ditreskrimsus Polda Sultra dan saya juga laporkan ke Ombudsman perwakilan Sultra,” ungkapnya kepada Sultrust.id, Selasa (9/3).
Lebih lanjut, advokat kawakan ini menjelaskan, proses lelang sudah berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan. Setelah PT. LPG resmi memenangkan tender proyek itu, tak ada satu pun perusahaan yang mengajukan keberatan di masa sanggah.
Supriadi menambahkan, sesuai DPSE huruf h 41.1, Pokja menyampaikan Berita Acara Hasil Pemilihan(BAHP) kepada PPK dengan tembusan kepada Kepala UKPBJ, sebagai dasar untuk menerbitkan SPPBJ.
Namun, hingga saat ini SPPBJ itu tak kunjung diterbitkan PPK, padahal PT. LPG telah siap menyediakan jaminan pelaksanaan sebelum penandatanganan kontrak
“Namun hingga saat ini, tanpa alasan yang jelas baik lisan maupun tertulis, SPPBJ-nya belum diterbitkan oleh PPK terkait, padahal kami yakin oleh Pokja sudah menyerahkan BAHP ke pihak PPK,” jelasnya.
Untuk itu, PT. LPG mempertanyakan perihal PPK yang enggan untuk menerbitkan SPPBJ. Sebab, berdasarkan fakta hukum, kliennya telah mengikuti proses lelang atau tender melalui LPSE.
“Ya, minimal kami diberi kepastian hukum, tidak digantung seperti ini. Misalnya, PPK tidak bersedia atau melakukan penolakan secara tertulis, karna tidak sependapat atas penetapan pemenang atas pekerjaan konstruksi penanganan longsor Bendungan Ladongi Kabupaten Koltim, dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui satuan kerja SNVT Pembangunan Bendungan BWS Sulawesi IV, dengan total pagu anggaran yang ditetapkan sebesar Rp38 miliar,” ungkapnya.
Supriadi juga menerangkan alasan kliennya menempuh jalur hukum. Agar kliennya tidak dirugikan dan demi menghindari pelanggaran hukum dari pengambil kebijakan.
Sebab, sesuai regulasi, pihak kepolisian berwenang untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat.
Dengan begitu, maka aparat penegak hukum sepenuhnya dapat menindaki atau memproses hukum bagi setiap oknum, dengan dugaan menguntungkan diri sendiri atau merugikan orang lain. Lalu menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Kami duga ada penyelewengan jabatan, sebab dalam proses PPK belum menerbitkan SPPBJ. Padahal itu adalah tugas dan wewenang PPK. Sehingga kami minta, Polda untuk menindaklanjuti atas oknum yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik,” bebernya.
Supriadi juga meminta kepada Ombudsman Perwakilan Sultra, agar memantau proses pelaksanaan lelang tersebut.
Pasalnya, tidak ada transparansi dari PPK. Buktinya, sampai saat ini, pihaknya belum mendapat respon dari PPK.
“Atas dasar pertimbangan hukum apa sampai detik ini tidak menerbitkan SPPBJ, kami konfirmasi melalui surat, tidak ada tanggapan atau jawaban. Perusahaan kebingungan, apa yang harus dilakukan setelah penetapan sebagai pemenang lelang,” jelasnya.
Berbekal dari laporan kuasa hukum PT. LPG, redaksi Sultrust.id mengkonfirmasi ke pihak PPK BWS Sulawesi IV Kendari, Iping Marianda Alwi melalui selulernya. Namun, nomor ponsel yang bersangkutan tak dapat menerima panggilan.
Selanjutnya, Sultrust.id mengkonfirmasi via WhatsApp. Alhasil, Iping Marianda Alwi tak memberikan penjelasan terkait alasan pihaknya tak menerbitkan SPBBJ. (p2/mr)



















