Kendari, Sultrust.com – Kekecewaan mewarnai aksi massa dari Komunitas Pemerhati Persoalan Rakyat dan Konstitusi (Kopperson) di halaman Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kendari, Senin (13/10/2025).
Puluhan massa dari Kopperson datang dengan satu tuntutan, yakni kejelasan pelaksanaan Konstatering di lahan sengketa Tapak Kuda, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga. Mereka menilai penundaan jadwal pelaksanaan yang sudah ditetapkan sebelumnya dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar yang jelas.
Namun, harapan mereka untuk menyampaikan langsung aspirasi kepada Ketua PN Kendari tak terpenuhi. Ketua PN tak kunjung muncul. Pertanyaan pun mengemuka di antara massa, di mana Ketua PN Kendari berada, dan siapa yang bertanggung jawab atas kebijakan penundaan pelaksanaan Konstatering tersebut.
Menanggapi hal itu, Humas PN Kendari, Arya Putra Negara, akhirnya memberikan keterangan kepada para peserta aksi. Ia mencoba menjelaskan situasi internal di lembaganya dan menegaskan bahwa ketidakhadiran Ketua PN disebabkan alasan kesehatan.
“Untuk pak ketua Insya Allah hari Rabu sudah di Kota Kendari, kalau rekan-rekan ingin mendengar langsung dari pak ketua sama arahannya dengan hari ini yang disampaikan oleh Beliau. Saya gariskan bahwa pak ketua hari ini tidak masuk, beliau sakit. Hari Rabu nanti silakan sampaikan kembali kebijakan mengenai Konstatering adalah di bawah pimpinan langsung, saya akan menyampaikan apa yang menjadi keinginan rekan-rekan,” ujar Arya di hadapan massa.
Namun penjelasan itu tak cukup meredam kekecewaan. Di tengah suasana yang mulai memanas, sejumlah perwakilan Kopperson menilai alasan tersebut tidak bisa dijadikan pembenaran atas penundaan kegiatan yang telah dijadwalkan sebelumnya. Apalagi, menurut mereka, sistem di lembaga peradilan seharusnya tidak memungkinkan adanya kekosongan pimpinan.
Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung, mempertanyakan dasar administratif dan prosedural dari alasan yang disampaikan pihak PN Kendari. Ia menyebut bahwa secara hukum, tanggung jawab pengambilan keputusan tidak hanya berada di tangan ketua.
“Kami menghormati Bapak selaku Humas, tapi kalau sepemahaman saya sebagai orang yang belajar hukum, untuk pengadilan negeri tidak boleh ada kekosongan. Jika Ketua tidak ada, minimal Wakil Ketua harus ada, dan jika wakil ketua tidak ada juga, Pengadilan Tinggi sudah harus melantik PLH di situ,” kata Fianus.
Ia lalu menyinggung soal keputusan sepihak dalam penundaan Konstatering sebelumnya yang, menurutnya, tidak pernah diberitahukan secara resmi kepada pihak pemohon.
“Waktu tanggal 15 kan ditunda, bagi kami itu sudah sepihak karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Yang kedua, ketua pengadilan tidak ada, ada yang namanya wakil pak. Kalau wakil tidak ada itu sudah jadi atensinya pengadilan negeri, pasti ada yang namanya PLH,” lanjutnya.
Kekecewaan Fianus semakin jelas ketika ia mempertanyakan keberadaan para pejabat struktural di PN Kendari yang dianggap seolah-olah menghilang bersamaan. Ia menyebut publik berhak tahu mengapa tak satu pun pejabat yang bisa menandatangani dokumen penting terkait pelaksanaan Konstatering.
“Sekarang ketiga-tiganya ke mana? Bagaimana bisa pengadilan negeri seperti di Kendari ini tidak ada satu orang pun yang bisa mewakili untuk tanda tangan saja terkait Konstatering, itu yang kami pertanyakan supaya publik tahu bahwa Pengadilan Negeri Kendari ini tidak punya ketua, tidak ada wakilnya, tidak ada juga PLH-nya,” Bebernya.
Menurutnya, jadwal baru yang diajukan ke pihak PN Kendari pada 20 Oktober 2025 seharusnya tidak lagi mengalami penundaan. Fianus menilai bahwa alasan administratif dan kegiatan nasional yang dijadikan dasar sebelumnya sudah tidak relevan karena agenda tersebut telah berakhir.
“Jadi kami harap di tanggal 20 itu direalisasikan, karena alasannya di surat itu jelas bahwa sampai kegiatan STQH selesai, sementara STQH ini sudah akan selesai di tanggal 19 berarti tanggal 20 sudah bisa dilaksanakan lagi,” katanya.
Lebih jauh, ia menegaskan apa yang dilakukan pihaknya bukanlah bentuk perlawanan terhadap lembaga peradilan, melainkan upaya menjaga pelaksanaan hukum agar tidak diulur-ulur oleh kepentingan tertentu.
“Justru kami yang harus bapak jempoli karena kami mengawal proses ini bisa berlangsung, perintah negara yang merupakan produk hukum ini yang harus kita kawal,” Pungkas Fianus.
Di tengah dialog yang berlangsung, muncul pula suara lantang dari barisan massa aksi. Salah seorang peserta mempertanyakan secara terbuka klaim pihak PN Kendari tentang kondisi Ketua PN yang disebut sedang sakit. Ia menilai alasan tersebut perlu dibuktikan secara administratif, bukan hanya disampaikan secara lisan.
“Ini bukan soal putusan hakim. Ini masalah surat-menyurat loh pak. Bapak jangan kelabui kami, karena tadi bahasanya bapak bahwa ketua pengadilan sakit. Sekarang kami minta, surat sakitnya mana? Kedua, bahwa ada bisa menjaminkan bahwa hari Rabu dia ada, berarti Anda yakin bahwa hari Rabu dia sembuh, dasarnya apa? Anda bukan dokter,” ujar salah seorang massa.
Sebelumnya diketahui, Konstatering atas lahan sengketa di Tapak Kuda, Kelurahan Korumba, dijadwalkan pada 15 Oktober 2025. Namun pelaksanaannya ditunda dengan alasan menjaga kelancaran kegiatan nasional Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) XXVIII di Kota Kendari. Pihak Kopperson menilai keputusan tersebut diambil sepihak tanpa mekanisme pemberitahuan yang jelas.
Kini, massa menegaskan tekad mereka untuk kembali datang pada 20 Oktober 2025 guna memastikan pelaksanaan Konstatering benar-benar terealisasi sesuai jadwal. (*)